ADSENSE IN ARTICLE AD
ADSENSE 336x280 bawah judul
Janji Itu Utang
Redaksi – Kamis, 9 Jumadil Awwal 1439 H / 25 Januari 2019
Janji itu utang. Walau mati syahid ditombak musuh atau mati dalam kebaikan saat memberi makan kodok peliharaan dan berteriak “Awoooohu Akbar!” Tetap saja, surga akan terhalang darinya sebelum utang janjinya ditunaikan. Itu kata hadits shahih.
Utang itu bukan hanya berupa utang kredit panci emak-emak kampung kepada tukang kredit dari Garut. Bukan pula utang kepada Inang-inang di pasar inpres dengan bunga berlipat-lipat. Bukan semata utang kepengan atau koin. Tapi juga utang janji seorang pemimpin kepada rakyatnya. Ini yang benar-benar dahsyat, karena menyangkut hajat hidup orang banyak.
Hampir semua rakyat Indonesia, baik yang punya teve maupun tidak, masih ingat bagaimana di gang-gang kampung, di tiang listrik dan tiang telepon, bagaimana di ujung gang dan perempatan jalan raya, ada spanduk, poster, dan baliho menampilkan seorang kandidat pemimpin dengan tulisan besar-besar “SEDERHANA” di dalamnya. Banyak sekali janji di situ tertulis dengan huruf besar mencolok biji mata: Jika berkuasa akan menolak utang luar negeri! Akan menciptakan 10.000.000 lapangan pekerjaan! Akan mbaibek Indosat! dan akan dan akan lagi.
Singkat cerita yang punya banyak janji pun bertengger di kursi penguasa. Hari demi hari, bulan berganti tahun, janji tinggalah janji. Soal utang, tidak perlu ditulis disini, Jaya Suprana dengan MURI-nya pun sudah tahu jika harusnya ada predikat award baru “Raja Utang Sepanjang Zaman” namun sampai detik ini sepertinya masih ewuh-pakewuh, gaenak ati, untuk merilis predikat baru itu. Soal lapangan pekerjaan, itu sudah terlaksana, tapi di lapangan pribumi banyak yang beralih profesi jadi Driver Ojol karena perusahaannya gulung tikar. Dan soal mbaibek Indosat, entah kenapa tak pernah diucapkan lagi sampai detik ini.
Seperti kata Diana Nasution: “Janji, janji, tinggal janji, hanya mimpi….” Ya, seperti itulah. Rakyat Indonesia sudah khatam mencatatnya di batok kepalanya. Malaikat pun diam-diam, tapi pasti, sudah mencatatnya. Entah, apakah semua ini disadari oleh penguasa yang punya janji? Bisa jadi, di balik ketawa-ketiwi plus cengar-cengir yang ada, di dalam hatinya dia kebat-kebit takut ditagih janjinya, setidaknya di akherat. Bagaimana pun, hati nuraninya pasti akan menyuarakan kebenaran, bukan?
Tahun 2018 adalah tahun politik. Mau tidak mau, di tahun ini rakyat Indonesia akan memilih orang-orang yang akan jadi pemimpinnya. Maka pilihlah orang yang bukan cuma bisa bikin janji. Pilihlah orang yang track-recordnya jelas. Bukan orang-orang yang dulu kerjanya menangkapi ulama, menista ulama dan agama, dan tiba-tiba, jreeng!, jadi haji atau hajah. Bukan orang yang dulu bersahabat dengan penista agama tapi sekarang mendadak berkerudung. Bukan mereka yang lahir dari rahim kemunafikan. Pilihlah orang-orang yang track-recordnya jelas, yang bukan ujug-ujug mengaku santri atau menepuk dada sambil teriak: Kakek daya dulu kiai! Lah, apa hubungannya kakeknya kiai dengan dirinya sendiri?
Di tahun politik ini, rakyat Indonesia harus cerdas. Inilah tugas kita semua, termasuk emak-emak militan, agar tidak lagi salah pilih. Jika salah pilih, kasihan. Para pemimpin yang cuma bisa janji tapi tak bisa menepati, apalagi yang menipu rakyat dengan janjinya itu, kelak akan dibuang ke neraka jahanam. Kasihan, bukan? Jadi, karena kasihan, janganlah orang-orang seperti ini diberi amanah untuk memimpin. []
Silahkan subscribe eramuslim official channel di youtube…
Sejarah terus saja berulang…
Klik link dibawah ini:
https://www.youtube.com/channel/UCes9taUDLMYdjri8mZFor_w
sumber :eramuslim
0 Response to "Janji Itu Utang"
Posting Komentar